Performa Persib di Liga 1 musim lalu jauh dari memuaskan. Meski dihuni pemain ternama, Maung Bandung justru tidak mampu bersaing di papan atas klasemen Liga 1. Meski demikian, Maung Bandung akan tetap mendapat sokongan dari sejumlah sponsor. Hal itu terjadi karena Persib memiliki badan hukum Perseroan Terbatas atau PT dan berdiri sebagai perusahaan yang parameter keberhasilannya dinilai dengan profit.
Hal itu disampaikan Peneliti Hukum Olah Raga di Kementrian Hukum dan HAM Eko Noer. “Kalau dilihat dari perspektif perusahaan, Persib, mau di posisi berapapun, itu tidak masalah. Selama jumlah pemasukan lebih besar daripada jumlah pengeluaran. Lalu ada promosi yang berhasil,” ujar nya dalam wawancara yang disiarkan Radio PRFM, Rabu 8 November 2017 malam.
Eko memandang, dengan jumlah suporter yang banyak, melek teknologi, serta memiliki daya beli yang baik, Maung Bandung masih akan terkenal meski berada di posisi papan tengah. Hal inilah yang menarik para sponsor untuk "beriklan" di Persib.
”Persib ini istimewa karena memiliki bobotoh. Bobotoh sangat banyak, bobotoh juga melek teknologi, punya daya beli yang baik. Jadi, sebetulnya mau Persib prestasinya tidak terlalu bersinar di papan tengah, tidak juara, yang namanya sponsor tetap tertarik,” katanya.
Meski begitu, Eko yang juga seorang bobotoh menilai, selain perusahaan, Persib pun masih menyandang status sebagai klub sepak bola. Artinya, parameter keberhasilannya juga dilihat dari kumpulan prestasi yang didapat.
”Jadi kalau Persib juara itu semakin memiliki daya jual tapi andai Persib tidak juara pun tetap memiliki daya jual,” katanya.
Sanksi besifat personal
Komisi Disiplin atau Komdis PSSI telah mempublikasikan hasil sidangnya terkait sanksi untuk manajer dan pemain Maung Bandung.
Dalam laporannya, Manajer Persib Umuh Muchtar dan bek Persib Vladimir Vujovic dinilai sudah melakukan pelanggaran.
Umuh Muchtar diganjar dua sanksi yaitu larangan beraktivitas sepak bola di lingkungan PSSI selama 6 bulan dan sanksi denda sebesar Rp 50 juta. Sanksi itu didapat setelah Umuh Muchtar masuk ke area teknis di pinggir lapangan dan memanggil para pemain Maung Bandung guna berunding untuk tidak melanjutkan pertandingan.
Sementara itu, Vladimir Vujovic yang mendapatkan kartu merah saat melawan Persija dianggap telah melanggar Pasal 59 Kode Displin PSSI. Dia dijatuhi sanksi hukuman larangan bermain sebanyak lima laga dan denda Rp 30 juta.
Terkait hal itu, Eko menilai, hukuman tersebut bukan tanggung jawab perusahaan. Sanksi tersebut dilayangkan kepada personal.
”Komdis memberikan sanksi itu kepada yang diputuskan. PT (Persib Bandung Bermartabat) tidak mau peduli apakah dipotong dari gaji pemain atau klub yang bayar, silakan. Mereka tidak peduli. Jadi, yang harus tanggung jawab atas sanksi Komdis adalah orang yang disebut,” ujar Eko.
Maung Bandung, kata Eko, harus menerima sanksi tersebut meski hanya dilayangkan kepada manajer dan pemain. Sanksi ini harus jadi pelajaran bagi Maung Bandung agar tidak mengalami kejadian serupa.
”Tidak semua sanksi Komdis menjadi beban tim dalam arti PT (PBB). Tapi ketika proses pembayaran, PT PBB yang bertanggung jawab, itu persoalan lain,” tuturnya.
refernces by pikiranrakyat,
Hal itu disampaikan Peneliti Hukum Olah Raga di Kementrian Hukum dan HAM Eko Noer. “Kalau dilihat dari perspektif perusahaan, Persib, mau di posisi berapapun, itu tidak masalah. Selama jumlah pemasukan lebih besar daripada jumlah pengeluaran. Lalu ada promosi yang berhasil,” ujar nya dalam wawancara yang disiarkan Radio PRFM, Rabu 8 November 2017 malam.
Eko memandang, dengan jumlah suporter yang banyak, melek teknologi, serta memiliki daya beli yang baik, Maung Bandung masih akan terkenal meski berada di posisi papan tengah. Hal inilah yang menarik para sponsor untuk "beriklan" di Persib.
”Persib ini istimewa karena memiliki bobotoh. Bobotoh sangat banyak, bobotoh juga melek teknologi, punya daya beli yang baik. Jadi, sebetulnya mau Persib prestasinya tidak terlalu bersinar di papan tengah, tidak juara, yang namanya sponsor tetap tertarik,” katanya.
Meski begitu, Eko yang juga seorang bobotoh menilai, selain perusahaan, Persib pun masih menyandang status sebagai klub sepak bola. Artinya, parameter keberhasilannya juga dilihat dari kumpulan prestasi yang didapat.
”Jadi kalau Persib juara itu semakin memiliki daya jual tapi andai Persib tidak juara pun tetap memiliki daya jual,” katanya.
Sanksi besifat personal
Komisi Disiplin atau Komdis PSSI telah mempublikasikan hasil sidangnya terkait sanksi untuk manajer dan pemain Maung Bandung.
Dalam laporannya, Manajer Persib Umuh Muchtar dan bek Persib Vladimir Vujovic dinilai sudah melakukan pelanggaran.
Umuh Muchtar diganjar dua sanksi yaitu larangan beraktivitas sepak bola di lingkungan PSSI selama 6 bulan dan sanksi denda sebesar Rp 50 juta. Sanksi itu didapat setelah Umuh Muchtar masuk ke area teknis di pinggir lapangan dan memanggil para pemain Maung Bandung guna berunding untuk tidak melanjutkan pertandingan.
Sementara itu, Vladimir Vujovic yang mendapatkan kartu merah saat melawan Persija dianggap telah melanggar Pasal 59 Kode Displin PSSI. Dia dijatuhi sanksi hukuman larangan bermain sebanyak lima laga dan denda Rp 30 juta.
Terkait hal itu, Eko menilai, hukuman tersebut bukan tanggung jawab perusahaan. Sanksi tersebut dilayangkan kepada personal.
”Komdis memberikan sanksi itu kepada yang diputuskan. PT (Persib Bandung Bermartabat) tidak mau peduli apakah dipotong dari gaji pemain atau klub yang bayar, silakan. Mereka tidak peduli. Jadi, yang harus tanggung jawab atas sanksi Komdis adalah orang yang disebut,” ujar Eko.
Maung Bandung, kata Eko, harus menerima sanksi tersebut meski hanya dilayangkan kepada manajer dan pemain. Sanksi ini harus jadi pelajaran bagi Maung Bandung agar tidak mengalami kejadian serupa.
”Tidak semua sanksi Komdis menjadi beban tim dalam arti PT (PBB). Tapi ketika proses pembayaran, PT PBB yang bertanggung jawab, itu persoalan lain,” tuturnya.
refernces by pikiranrakyat,