Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat, sebanyak 79% wilayah Indonesia sudah masuk musim kemarau. Berdasarkan pantauan BMKG, ada 9 provinsi Indonesia yang bakal mengalami kekeringan meteorologi kategori awas.
Mengutip Analisis Dinamika Atmosfer Laut, Analisis & Prediksi Curah Hujan Update Dasarian III Agustus 2023, wilayah yang sedang mengalami musim kemarau meliputi:
Aceh, Sumatra Utara, sebagian besar Riau, sebagian besar Sumatra Barat, sebagian besar Bengkulu, sebagian besar Jambi, Sumatra Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, Lampung, Jawa hingga NTT, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, sebagian besar Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah bagian utara dan tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, sebagian Maluku Utara, sebagian Maluku, sebagian Papua Barat dan Papua bagian selatan.
Selain itu, BMKG juga mengeluarkan peringatan dini kekeringan meteorologis untuk wilayah-wilayah di Indonesia yang terbagi dalam klasifikasi waspada, siaga, dan awas.
Wilayah waspada:
- beberapa kabupaten di Provinsi Bengkulu,
Sumatra Selatan, Bangka Belitung, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara,Maluku Utara, Maluku.
Wilayah siaga:
- beberapa kabupaten di provinsi Lampung, Sumatra Selatan, Bangka Belitung, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, Maluku, Papua Selatan.
Wilayah awas:
- kabupaten di Provinsi Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Sulawesi Selatan.
BMKG dan beberapa Pusat Iklim Dunia memprediksi El-Nino terus bertahan pada level moderat hingga Desember-Januari-Februari 2024. Dan IOD Positif bertahan hingga akhir tahun 2023.
Dampak fenomena El Nino tahun ini diprediksi menyebabkan musim kemarau lebih lama dan kering dibanding tiga tahun ke belakang. Imbasnya, banyak lahan pertanian yang terancam gagal panen hingga potensi kebakaran hutan lebih luas.
Krisis air bersi diprediksi akan terus meluas
Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, sebagian besar Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah bagian utara dan tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, sebagian Maluku Utara, sebagian Maluku, sebagian Papua Barat, dan Papua bagian selatan.
BMKG pun mengungkapkan pada Dasarian I September 2023 umumnya diprediksi curah hujan berada di kriteria rendah (0-50 mm/dasarian). Wilayah yang diprakirakan mengalami hujan kriteria rendah (kurang dari 50 mm/dasarian) berada di - Sumatera bagian tengah selatan, Jawa, Bali, NTB, NTT, Kalimantan bagian tengah selatan, sebagian besar Sulawesi, sebagian Malut dan Maluku, sebagian kecil Papua Barat, dan Papua.
Sementara itu, wilayah yang diprakirakan mengalami hujan kriteria menengah (50 - 150 mm/dasarian) berada di - Sumatera bagian tengah-utara, Kalimantan bagian utara, sebagian Sulawesi Barat, sebagian Maluku Utara dan Maluku bagian tengah, sebagian Papua Barat, sebagian besar Papua.
Kemudian, kata BMKG, wilayah yang diprediksikan mengalami hujan kategori tinggi-sangat tinggi (lebih dari 150 mm/dasarian) meliputi sebagian kecil Maluku bagian tengah, sebagian Papua Barat bagian utara, sebagian kecil Papua bagian barat. Wilayah Indonesia yang diprediksi memiliki potensi banjir dengan kategori tinggi berada di Provinsi Papua Barat (Kabupaten Sorong) dan Provinsi Papua (Kabupaten Nabire, Paniai),
Mata air mengering
Jangan salah jika menganggap mata air tidak bisa kering atau mati. Berkurangnya debit mata air menjadi pertanda buruk suatu mata air akan kering. Mata air merupakan air tanah yang memancar keluar dari permukaan tanah karena permukaan air tanah naik. Jika permukaan air tanah turun karena pasokannya berkurang, mata air pun akan mengering. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya daerah resapan air saat musim hujan dan juga banyaknya penggunaan sumur bor
Air tanah dan juga air permukaan adalah air yang berasal dari hujan (dan juga es) yang terinfiltrasi ke dalam tanah. Volume air yang masuk dan menjadi cadangan air tanah itu lebih kecil dari air yang mengalir di permukaan. Menurut Direktur Pengelolaan Air Departemen Pertanian Gatot Irianto, jika air hujan yang jatuh ke tanah 38 inci, 26 inci akan masuk ke dalam tanah. Akan tetapi, yang tersimpan sebagai cadangan air tanah hanya 6 inci. Sebanyak 20 inci akan mengalir di atas permukaan air tanah dan kembali lagi menjadi uap air. Sedangkan 10 inci mengalir di permukaan sebagai run off (air larian), dan sisanya menguap.
Faktor perubahan musim berpengaruh pada mata air. Selama musim penghujan, debit mata air akan tinggi. Permukaan air tanah cenderung naik-yang keluar sebagai mata air semakin banyak. Air tanah saat musim hujan tidak hanya berasal dari cadangan air tanah saja, tapi juga dari air hujan yang meresap masuk ke dalam tanah. Sebaliknya, saat musim kemarau debit mata air akan mengecil karena permukaan air tanah menurun.
Kata kuncinya pada infiltrasi, u. Jika permukaan tanah tertutup oleh bangunan, kecepatan air yang mengalir di permukaan tanah jauh lebih besar daripada yang meresap ke dalam tanah. Akibatnya, air yang masuk ke dalam tanah akan lebih kecil daripada air yang mengalir di permukaan tanah. Selanjutnya, pasokan air tanah berkurang-permukaan air tanah turun-mata air mengering.
Penyebab kerusakan mata air selain berkurangnya daerah resapan air, juga dipicu oleh pengambilan air secara berlebihan oleh Pribadi, Perusahaan Air Minum Daerah maupun Perusahaan Air Minum Swasta langsung dari mata air pegunungan maupun yang ada di dalam tanah, baik dari mata air secara langsung maupun melalui sumur artesis. Meski air disedot melalui sumur yang lokasinya beberapa ratus meter dari sumber mata air, tekanan pompa sumur akan lebih cepat menarik air tanah yang harusnya keluar sebagai mata air. Biasanya mata air yang dieksploitasi mempunyai debit yang besar dan digunakan diluar kepentingan pertanian dan kebutuhan air minum masyarakat.
Fenomena suhu udara dingin di tengah musim kemarau. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melalui Stasiun Klimatologi Jawa Barat, fenomena ini merupakan fenomena alam yang normal dan sering terjadi saat musim kemarau.
Saat pagi hari, suhu terasa lebih dingin, namun saat siang hari cuaca berubah ekstrem menjadi panas menyengat. Kepala Stasiun Klimatologi Jawa Barat Rakhmat Prasetia, mengatakan kondisi saat ini merupakan puncak musim kemarau, di mana angin timuran dominan yang identik dengan membawa massa udara kering sehingga potensi awan hujan yang minim.