Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM memiliki kebijakan baru terkait permohonan pembuatan paspor. Salah satu syarat wajibnya, pemohon harus memiliki tabungan atas namanya dengan jumlah minimal Rp 25 juta.
Kebijakan baru ini ditetapkan sesuai dengan surat edaran nomor IMI-02177.GR.02.06 tahun 2017 tentang pencegahan Tenaga Kerja Indonesia non-prosedural. Kebijakan ini telah diberlakukan sejak 1 Maret 2017 lalu.
Namun, apa alasan sebenarnya yang mendasari kebijakan ini?
Kepala Kantor Imigrasi Jakarta Selatan Cucu Koswala menuturkan bahwa kebijakan ini dibuat untuk mencegah terjadinya perdagangan orang.
“Ini biasanya terjadi (perdagangan orang) kalau dari pemohon paspor dengan maksud misalnya kunjungan, ziarah, atau yang lain, tapi nantinya mereka tidak kembali ke Indonesia. Kemudian di sana mereka jadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) non-prosedural,” ungkap Cucu, dilansir kompas.com.
Untuk itu, pemohon yang ingin menjadi TKI di luar negeri, wajib menyertakan sejumlah berkas dan keterangan dari pihak terkait. Keterangan tersebut dari Kementerian Tenaga Kerja dan badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI).
Sementara untuk pemohon yang akan melakukan perjalanan ke luar negeri dengan tujuan lain, ditetapkan persyaratan berikut:
Untuk keperluan menunaikan ibadah haji khusus/umroh, meminta rekomendasi dari Kementerian Agama kabupaten/kota dan surat keterangan dari Penyelenggara Perjalanan Ibadah Haji khusus Umroh (PPIH/PPIU).
Untuk keperluan magang dan program bursa kerja khusus, meminta surat rekomendasi dari Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kementerian Tenaga Kerja.
Untuk kunjungan keluarga, meminta surat jaminan dan fotokopi paspor dari keluarga yang dikunjungi.
Untuk keperluan wisata, melampirkan buku tabungan atas nama pemohon dengan nominal sekurang-kurangnya Rp 25 juta.
Selain syarat tersebut, sejumlah destinasi negara tujuan juga diperketat karena kerap menjadi sasaran para pekerja. Negara ini antara lain Malaysia, Timur Tengah, Hongkong, Taiwan, dan Korea Selatan.
Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM memberlakukan syarat baru saat pembuatan paspor.
Pemohon harus memiliki tabungan atas nama pemohon dengan jumlah minimal sebesar Rp 25 juta.
Hal itu diatur dalam surat edaran nomor IMI-02177.GR.02.06 tahun 2017 tentang pencegahan Tenaga Kerja Indonesia non-prosedural. Adapun kebijakan ini sudah berlaku sejak 1 Maret 2017.
Kepala Bagian Humas dan Umum Ditjen Imigrasi Agung Sampurno menegaskan, tidak terjadi perbedaan saat pembuatan paspor.
Pemohon paspor dapat menunjukkan kartu tanda penduduk, akta lahir, kartu keluarga, ijazah, akta perkawinan, dan dokumen lainnya.
"Dalam proses pembuatan paspor semuanya berjalan seperti biasa. Hingga kini (sejak syarat baru berlaku) tidak ada masalah pembuatan paspor," kata Agung saat dihubungi, Sabtu (18/3/2017).
Agung menuturkan, saat pembuatan paspor terjadi proses wawancara oleh petugas. Saat itu, petugas akan menggali motif pemohon untuk berkunjung ke luar negeri.
Bila terjadi indikasi pemohon akan menjadi Tenaga Kerja Indonesia non-prosedural, petugas melakukan wawancara lebih jauh dengan melakukan verifikasi dokumen kependudukan dan dokumen keuangan, berupa rekening koran yang berjumlah minimal Rp 25 juta.
"Tidak serta merta semua orang diminta seperti itu. Hanya orang yang menyerahkan dokumen kemudian dicurigai, dilakukan wawancara lebih lanjut," ucap Agung.
Agung menyebutkan, permintaan rekening koran merupakan syarat terakhir bagi pemohon paspor. Uang tersebut untuk memastikan kemampuan biaya hidup di luar negeri.
Agung mencontohkan petugas imigrasi Bandara Kualanamu mencegah 13 perempuan WNI untuk menjadi TKI non-prosedural. Mereka sama sekali tidak membawa uang dalam perjalanan nantinya.
"Kami cek lagi. Jangan-jangan uang itu baru dikirim tadi pagi misalnya. Kan enggak bisa orang punya uang tiba-tiba," ujar Agung.
references by kaltim tribunnews
Namun, apa alasan sebenarnya yang mendasari kebijakan ini?
Kepala Kantor Imigrasi Jakarta Selatan Cucu Koswala menuturkan bahwa kebijakan ini dibuat untuk mencegah terjadinya perdagangan orang.
“Ini biasanya terjadi (perdagangan orang) kalau dari pemohon paspor dengan maksud misalnya kunjungan, ziarah, atau yang lain, tapi nantinya mereka tidak kembali ke Indonesia. Kemudian di sana mereka jadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) non-prosedural,” ungkap Cucu, dilansir kompas.com.
Untuk itu, pemohon yang ingin menjadi TKI di luar negeri, wajib menyertakan sejumlah berkas dan keterangan dari pihak terkait. Keterangan tersebut dari Kementerian Tenaga Kerja dan badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI).
Sementara untuk pemohon yang akan melakukan perjalanan ke luar negeri dengan tujuan lain, ditetapkan persyaratan berikut:
Untuk keperluan menunaikan ibadah haji khusus/umroh, meminta rekomendasi dari Kementerian Agama kabupaten/kota dan surat keterangan dari Penyelenggara Perjalanan Ibadah Haji khusus Umroh (PPIH/PPIU).
Untuk keperluan magang dan program bursa kerja khusus, meminta surat rekomendasi dari Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kementerian Tenaga Kerja.
Untuk kunjungan keluarga, meminta surat jaminan dan fotokopi paspor dari keluarga yang dikunjungi.
Untuk keperluan wisata, melampirkan buku tabungan atas nama pemohon dengan nominal sekurang-kurangnya Rp 25 juta.
Selain syarat tersebut, sejumlah destinasi negara tujuan juga diperketat karena kerap menjadi sasaran para pekerja. Negara ini antara lain Malaysia, Timur Tengah, Hongkong, Taiwan, dan Korea Selatan.
Polemik Simpanan Rp 25 Juta, Ditjen Imigrasi Tegaskan Tak Ada Perubahan Cara Pembuatan Paspor
Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM memberlakukan syarat baru saat pembuatan paspor.
Pemohon harus memiliki tabungan atas nama pemohon dengan jumlah minimal sebesar Rp 25 juta.
Hal itu diatur dalam surat edaran nomor IMI-02177.GR.02.06 tahun 2017 tentang pencegahan Tenaga Kerja Indonesia non-prosedural. Adapun kebijakan ini sudah berlaku sejak 1 Maret 2017.
Kepala Bagian Humas dan Umum Ditjen Imigrasi Agung Sampurno menegaskan, tidak terjadi perbedaan saat pembuatan paspor.
Pemohon paspor dapat menunjukkan kartu tanda penduduk, akta lahir, kartu keluarga, ijazah, akta perkawinan, dan dokumen lainnya.
"Dalam proses pembuatan paspor semuanya berjalan seperti biasa. Hingga kini (sejak syarat baru berlaku) tidak ada masalah pembuatan paspor," kata Agung saat dihubungi, Sabtu (18/3/2017).
Agung menuturkan, saat pembuatan paspor terjadi proses wawancara oleh petugas. Saat itu, petugas akan menggali motif pemohon untuk berkunjung ke luar negeri.
Bila terjadi indikasi pemohon akan menjadi Tenaga Kerja Indonesia non-prosedural, petugas melakukan wawancara lebih jauh dengan melakukan verifikasi dokumen kependudukan dan dokumen keuangan, berupa rekening koran yang berjumlah minimal Rp 25 juta.
"Tidak serta merta semua orang diminta seperti itu. Hanya orang yang menyerahkan dokumen kemudian dicurigai, dilakukan wawancara lebih lanjut," ucap Agung.
Agung menyebutkan, permintaan rekening koran merupakan syarat terakhir bagi pemohon paspor. Uang tersebut untuk memastikan kemampuan biaya hidup di luar negeri.
Agung mencontohkan petugas imigrasi Bandara Kualanamu mencegah 13 perempuan WNI untuk menjadi TKI non-prosedural. Mereka sama sekali tidak membawa uang dalam perjalanan nantinya.
"Kami cek lagi. Jangan-jangan uang itu baru dikirim tadi pagi misalnya. Kan enggak bisa orang punya uang tiba-tiba," ujar Agung.
references by kaltim tribunnews