Setelah program amnesti pajak selesai, data mengenai transaksi kartu kredit akan diintip Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 3/PMK.03/2016, bank wajib menyerahkan data transaksi nasabah kartu kredit. Minimal, memberitahukan nama bank, nomor rekening kartu kredit, ID merchant, nama merchant, data pemilik kartu seperti nama, alamat, nomor induk kependudukan (NIK) atau nomor paspor, nomor pokok wajib pajak (NPWP), serta tanggal dan nilai transaksi kartu kredit.
Peraturan tersebut semestinya berlaku mulai 1 Juli 2016, tapi ditunda menjadi hari ini (31/3).
Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk Kartika Wirjoatmodjo menyatakan, pihaknya siap melakukan apa yang dikehendaki pemerintah demi reformasi pajak. ”Saya yakin semua bank pasti mau melaksanakan ini. Kami sepakat mengenai keterbukaan informasi perbankan kepada Ditjen Pajak. Tapi, kami masih diskusi dengan Ditjen Pajak datanya dalam bentuk apa karena mungkin enggak enak juga kalau datanya terlalu terbuka,” terangnya kemarin (30/3).
Pria yang kerap disapa Tiko itu menuturkan, Bank Mandiri melakukan sosialisasi mengenai keterbukaan data tersebut kepada nasabah secara bertahap. Jika nasabah sudah melaporkan hartanya secara benar kepada negara dan mengikuti amnesti pajak, semestinya nasabah tidak perlu khawatir.
Namun, dia tak menampik bisa saja ada ketidaknyamanan yang dirasakan beberapa nasabah dan nasabah lebih memilih metode lain dalam konsumsi nontunai. Tetapi, secara jangka panjang, dia yakin lama-kelamaan nasabah bakal memahami manfaat keterbukaan data tersebut. Presiden Direktur dan CEO PT Bank OCBC NISP Tbk Parwati Surjaudaja mengungkapkan, pemberlakuan pembukaan data kartu kredit itu wajib ditaati bank.
”Secara peraturan sangat dimungkinkan karena data tersebut bukan rahasia bank. Isunya tinggal di teknis pelaksanaannya agar bank-bank seragam dalam melaksanakannya,” ucapnya.
Kalau ada dampak ke kredit konsumer, dia merasa dampaknya tidak banyak. Sebab, sebelumnya masyarakat diberi kesempatan untuk mengikuti amnesti pajak dan memperbarui SPT. ”Jadi, dampaknya tidak akan besar,” katanya
Pemerintah Tunda Intip Data Kartu Kredit, Warga Tak Takut Belanja
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendukung langkah pemerintah melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak menunda kembali mengorek data atau informasi kartu kredit nasabah dari bank. Kebijakan tersebut akan memberikan efek berantai yang positif bagi perekonomian nasional.
Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Nasional Demokrat (Nasdem), Johnny G Plate mengungkapkan, penundaan kewajiban perbankan melaporkan data atau informasi kartu kredit nasabah ke Ditjen Pajak akan mendorong transaksi belanja non tunai oleh masyarakat, seperti yang digaungkan Bank Indonesia (BI).
"Penundaan aturan ini setidaknya membantu mendorong belanja non tunai karena saat ini belanja dengan kartu kredit cukup menarik bagi kelompok menengah yang bisa membayar dengan menyicil," kata Johnny saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Senin (3/4/2017).
Sementara apabila data kartu kredit tetap dibuka, Johnny khawatir berdampak buruk bagi perekonomian. Alasannya, lanjut dia, efek psikologis masyarakat menjadi takut untuk berbelanja dengan kartu kredit. Imbas lanjutannya, berdampak pada menurunnya penjualan retail.
"Lebih buruk lagi tentu implikasinya akan ada pengurangan lapangan kerja. Jika masyarakat menunda belanja karena aturan ini, justru mendorong transaksi belanja tunai dan ini tidak sejalan dengan program BI maupun pemerintah yang ingin mengurangi penggunaan uang tunai," paparnya.
Dengan demikian, Johnny meminta supaya Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), BI, dan perbankan untuk mendiskusikan kembali mengenai aturan bank wajib lapor data kartu kredit nasabah ini. "Dibicarakan lagi secara jelas dampak dari kebijakan ini bagi usaha ritel dan lainnya," dia berharap.
Sebelumnya, Senior General Manager, Head of Consumer Card PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Santoso Liem mengkhawatirkan aturan membuka data kartu kredit akan berdampak kepada nasabah baru.
"Mungkin untuk nasabah-nasabah baru ada kekhawatiran," jelasnya.
Diakui Santoso, sebelum aturan ini ditunda pertama kalinya di Juli 2016, nasabah bank sedikit kaget karena datanya diintip Ditjen Pajak. Ketika itu, sambungnya, sempat terjadi penurunan transaksi 15 persen, tetapi kemudian volume kembali normal.
"Sempat turun 15 persen (transaksi kartu kredit) saat beberapa tahun lalu diumumkan," tandasnya.
Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengimbau masyarakat agar tidak khawatir apabila data kartu kreditnya dibuka oleh pihak DJP. Pasalnya, DJP tidak akan membuka semua data kartu kredit.
“Tidak semua kartu kredit dilakukan (pembukaan data), jumlah tertentu yang besar-besar saja," tuturnya di Gedung Bursa Efek Indonesia, Selasa (4/4/2017).
Ada kemungkinan DJP tidak hanya menggali informasi dari kartu kredit. Menurut Mardiasmo, apabila wajib pajak telah melaporkan secara hartanya dengan jujur, maka pembukaan segala data terkait harta wajib pajak tidak akan menjadi masalah.
Dari data inilah, DJP akan melihat kesesuaian pelaporan wajib pajak dengan harta yang sesungguhnya dia miliki. Sehingga tidak ada celah bagi wajib pajak untuk lari dari kewajibannya.
“Tidak hanya kartu kredit, informasi-informasi yang lain, semua akan bisa kelihatan. Kalau semua jujur dilaporkan ya tidak perlu takut. Tidak ada apa-apa. Kalau mereka yang takut berarti itu ada yang disembunyikan," tuturnya.
Dalam pembukaan data kartu kredit konsumen, pertama kali, DJP meminta data pokok pemegang kartu, lalu DJP akan meminta data transaksi kartu kredit yang dimiliki perbankan. Kedua data tersebut merupakan data periode Juni 2016 sampai dengan Maret 2017 untuk semua pemegang kartu.
DJP telah melayangkan surat pemberitahuan kepada perbankan serta lembaga penyelenggara kartu kredit pada tanggal 23 Maret 2017. Sebelumnya pada 1 Juli 2016, DJP menunda kewajiban penyampaian data kartu kredit karena program amnesti pajak akan dimulai.
Tax Amnesty Berakhir, Bank Wajib Laporkan Data Kartu Kredit Nasabah
Direktorat Jenderal Pajak meminta perbankan dan lembaga penyelenggara kartu kredit untuk mempersiapkan data kartu kredit para nasabahnya. Saat program amnesti pajak berakhir pada 31 Maret 2017 mendatang, perbankan dan lembaga penyelenggara kartu kredit diwajibkan melaporan data kartu kredit kepada Direktorat Jenderal Pajak.
"Kami meminta kepada bank dan lembaga penyelenggara kartu kredit untuk mempersiapkan data kartu kredit sesuai dengan format data yang telah disepakati," kata Direktur Teknologi Informasi Perpajakan Lusiani dalam surat pemberitahuannya tertanggal 23 Maret 2017 yang diterima Tempo pada Selasa, 28 Maret 2017.
Menurut surat itu, Direktorat Jenderal Pajak meminta Data Pokok Pemegang Kartu dan Data Transaksi Kartu Kredit. Kedua data tersebut merupakan data periode Juni 2016 sampai dengan Maret 2017 untuk seluruh pemegang kartu. "Informasi teknis mengenai jatuh tempo dan cara penyampaian akan kami informasikan lebih lanjut," ujar Lusiani.
Pada 1 Juli lalu, Direktorat Jenderal Pajak menunda kewajiban penyampaian data kartu kredit oleh perbankan hingga program amnesti pajak. Penundaan itu dilakukan untuk mendukung Undang-Undang tentang Pengampunan Pajak. Saat itu, terdapat pula kekhawatiran dari masyarakat terkait kewajiban penyampaian data tersebut.
Adapun bank dan lembaga penyelenggara kartu kredit yang menerima surat pemberitahuan dari Direktorat Jenderal Pajak adalah:
- Pan Indonesia Bank, Ltd. Tbk.
- PT Bank ANZ Indonesia
- PT Bank Bukopin Tbk.
- PT Bank Central Asia Tbk.
- PT Bank CIMB Niaga Tbk.
- PT Bank Danamon Indonesia Tbk.
- PT Bank MNC International
- PT Bank ICBC Indonesia
- PT Bank Maybank Indonesia Tbk.
- PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.
- PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.
- PT Bank Negara Indonesia Syariah
- PT Bank OCBC NISP Tbk.
- PT Bank Permata Tbk.
- PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.
- PT Bank Sinarmas
- PT Bank UOB Indonesia
- Standard Chartered Bank
- The Hongkong & Shanghai Banking Corp.
- PT Bank QNB Indonesia
- Citibank
- PT AEON Credit Services
references by jpnn, liputan6, okezone, galaberita
Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 3/PMK.03/2016, bank wajib menyerahkan data transaksi nasabah kartu kredit. Minimal, memberitahukan nama bank, nomor rekening kartu kredit, ID merchant, nama merchant, data pemilik kartu seperti nama, alamat, nomor induk kependudukan (NIK) atau nomor paspor, nomor pokok wajib pajak (NPWP), serta tanggal dan nilai transaksi kartu kredit.
Peraturan tersebut semestinya berlaku mulai 1 Juli 2016, tapi ditunda menjadi hari ini (31/3).
Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk Kartika Wirjoatmodjo menyatakan, pihaknya siap melakukan apa yang dikehendaki pemerintah demi reformasi pajak. ”Saya yakin semua bank pasti mau melaksanakan ini. Kami sepakat mengenai keterbukaan informasi perbankan kepada Ditjen Pajak. Tapi, kami masih diskusi dengan Ditjen Pajak datanya dalam bentuk apa karena mungkin enggak enak juga kalau datanya terlalu terbuka,” terangnya kemarin (30/3).
Pria yang kerap disapa Tiko itu menuturkan, Bank Mandiri melakukan sosialisasi mengenai keterbukaan data tersebut kepada nasabah secara bertahap. Jika nasabah sudah melaporkan hartanya secara benar kepada negara dan mengikuti amnesti pajak, semestinya nasabah tidak perlu khawatir.
Namun, dia tak menampik bisa saja ada ketidaknyamanan yang dirasakan beberapa nasabah dan nasabah lebih memilih metode lain dalam konsumsi nontunai. Tetapi, secara jangka panjang, dia yakin lama-kelamaan nasabah bakal memahami manfaat keterbukaan data tersebut. Presiden Direktur dan CEO PT Bank OCBC NISP Tbk Parwati Surjaudaja mengungkapkan, pemberlakuan pembukaan data kartu kredit itu wajib ditaati bank.
”Secara peraturan sangat dimungkinkan karena data tersebut bukan rahasia bank. Isunya tinggal di teknis pelaksanaannya agar bank-bank seragam dalam melaksanakannya,” ucapnya.
Kalau ada dampak ke kredit konsumer, dia merasa dampaknya tidak banyak. Sebab, sebelumnya masyarakat diberi kesempatan untuk mengikuti amnesti pajak dan memperbarui SPT. ”Jadi, dampaknya tidak akan besar,” katanya
Pemerintah Tunda Intip Data Kartu Kredit, Warga Tak Takut Belanja
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendukung langkah pemerintah melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak menunda kembali mengorek data atau informasi kartu kredit nasabah dari bank. Kebijakan tersebut akan memberikan efek berantai yang positif bagi perekonomian nasional.
Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Nasional Demokrat (Nasdem), Johnny G Plate mengungkapkan, penundaan kewajiban perbankan melaporkan data atau informasi kartu kredit nasabah ke Ditjen Pajak akan mendorong transaksi belanja non tunai oleh masyarakat, seperti yang digaungkan Bank Indonesia (BI).
"Penundaan aturan ini setidaknya membantu mendorong belanja non tunai karena saat ini belanja dengan kartu kredit cukup menarik bagi kelompok menengah yang bisa membayar dengan menyicil," kata Johnny saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Senin (3/4/2017).
Sementara apabila data kartu kredit tetap dibuka, Johnny khawatir berdampak buruk bagi perekonomian. Alasannya, lanjut dia, efek psikologis masyarakat menjadi takut untuk berbelanja dengan kartu kredit. Imbas lanjutannya, berdampak pada menurunnya penjualan retail.
"Lebih buruk lagi tentu implikasinya akan ada pengurangan lapangan kerja. Jika masyarakat menunda belanja karena aturan ini, justru mendorong transaksi belanja tunai dan ini tidak sejalan dengan program BI maupun pemerintah yang ingin mengurangi penggunaan uang tunai," paparnya.
Dengan demikian, Johnny meminta supaya Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), BI, dan perbankan untuk mendiskusikan kembali mengenai aturan bank wajib lapor data kartu kredit nasabah ini. "Dibicarakan lagi secara jelas dampak dari kebijakan ini bagi usaha ritel dan lainnya," dia berharap.
Sebelumnya, Senior General Manager, Head of Consumer Card PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Santoso Liem mengkhawatirkan aturan membuka data kartu kredit akan berdampak kepada nasabah baru.
"Mungkin untuk nasabah-nasabah baru ada kekhawatiran," jelasnya.
Diakui Santoso, sebelum aturan ini ditunda pertama kalinya di Juli 2016, nasabah bank sedikit kaget karena datanya diintip Ditjen Pajak. Ketika itu, sambungnya, sempat terjadi penurunan transaksi 15 persen, tetapi kemudian volume kembali normal.
"Sempat turun 15 persen (transaksi kartu kredit) saat beberapa tahun lalu diumumkan," tandasnya.
Ditjen Pajak Hanya Intip Kartu Kredit Besar ?
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan berencana membuka data transaksi kartu kredit nasabah setelah amnesti pajak berakhir yaitu pada 31 Maret 2017. Upaya ini dilakukan pihak DJP sebagai upaya untuk mengonfirmasi jumlah harta yang dilaporkan dalam SPT (Surat Pelaporan Tahunan) dengan data tercantum dalam kartu kredit.Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengimbau masyarakat agar tidak khawatir apabila data kartu kreditnya dibuka oleh pihak DJP. Pasalnya, DJP tidak akan membuka semua data kartu kredit.
“Tidak semua kartu kredit dilakukan (pembukaan data), jumlah tertentu yang besar-besar saja," tuturnya di Gedung Bursa Efek Indonesia, Selasa (4/4/2017).
Ada kemungkinan DJP tidak hanya menggali informasi dari kartu kredit. Menurut Mardiasmo, apabila wajib pajak telah melaporkan secara hartanya dengan jujur, maka pembukaan segala data terkait harta wajib pajak tidak akan menjadi masalah.
Dari data inilah, DJP akan melihat kesesuaian pelaporan wajib pajak dengan harta yang sesungguhnya dia miliki. Sehingga tidak ada celah bagi wajib pajak untuk lari dari kewajibannya.
“Tidak hanya kartu kredit, informasi-informasi yang lain, semua akan bisa kelihatan. Kalau semua jujur dilaporkan ya tidak perlu takut. Tidak ada apa-apa. Kalau mereka yang takut berarti itu ada yang disembunyikan," tuturnya.
Dalam pembukaan data kartu kredit konsumen, pertama kali, DJP meminta data pokok pemegang kartu, lalu DJP akan meminta data transaksi kartu kredit yang dimiliki perbankan. Kedua data tersebut merupakan data periode Juni 2016 sampai dengan Maret 2017 untuk semua pemegang kartu.
DJP telah melayangkan surat pemberitahuan kepada perbankan serta lembaga penyelenggara kartu kredit pada tanggal 23 Maret 2017. Sebelumnya pada 1 Juli 2016, DJP menunda kewajiban penyampaian data kartu kredit karena program amnesti pajak akan dimulai.
Tax Amnesty Berakhir, Bank Wajib Laporkan Data Kartu Kredit Nasabah
Direktorat Jenderal Pajak meminta perbankan dan lembaga penyelenggara kartu kredit untuk mempersiapkan data kartu kredit para nasabahnya. Saat program amnesti pajak berakhir pada 31 Maret 2017 mendatang, perbankan dan lembaga penyelenggara kartu kredit diwajibkan melaporan data kartu kredit kepada Direktorat Jenderal Pajak.
"Kami meminta kepada bank dan lembaga penyelenggara kartu kredit untuk mempersiapkan data kartu kredit sesuai dengan format data yang telah disepakati," kata Direktur Teknologi Informasi Perpajakan Lusiani dalam surat pemberitahuannya tertanggal 23 Maret 2017 yang diterima Tempo pada Selasa, 28 Maret 2017.
Menurut surat itu, Direktorat Jenderal Pajak meminta Data Pokok Pemegang Kartu dan Data Transaksi Kartu Kredit. Kedua data tersebut merupakan data periode Juni 2016 sampai dengan Maret 2017 untuk seluruh pemegang kartu. "Informasi teknis mengenai jatuh tempo dan cara penyampaian akan kami informasikan lebih lanjut," ujar Lusiani.
Pada 1 Juli lalu, Direktorat Jenderal Pajak menunda kewajiban penyampaian data kartu kredit oleh perbankan hingga program amnesti pajak. Penundaan itu dilakukan untuk mendukung Undang-Undang tentang Pengampunan Pajak. Saat itu, terdapat pula kekhawatiran dari masyarakat terkait kewajiban penyampaian data tersebut.
Adapun bank dan lembaga penyelenggara kartu kredit yang menerima surat pemberitahuan dari Direktorat Jenderal Pajak adalah:
- Pan Indonesia Bank, Ltd. Tbk.
- PT Bank ANZ Indonesia
- PT Bank Bukopin Tbk.
- PT Bank Central Asia Tbk.
- PT Bank CIMB Niaga Tbk.
- PT Bank Danamon Indonesia Tbk.
- PT Bank MNC International
- PT Bank ICBC Indonesia
- PT Bank Maybank Indonesia Tbk.
- PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.
- PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.
- PT Bank Negara Indonesia Syariah
- PT Bank OCBC NISP Tbk.
- PT Bank Permata Tbk.
- PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.
- PT Bank Sinarmas
- PT Bank UOB Indonesia
- Standard Chartered Bank
- The Hongkong & Shanghai Banking Corp.
- PT Bank QNB Indonesia
- Citibank
- PT AEON Credit Services
references by jpnn, liputan6, okezone, galaberita