Kesabaran para pemain Gresik United sudah habis. Janji manajemen membayar gaji yang sudah tiga bulan tertunda tidak juga terwujud. Di sisi lain, kantong para pemain mulai menipis. Maka, ikut pertandingan antarkampung (tarkam) pun menjadi pilihan.
Langkah itu dilakukan empat penggawa Gresik United. Yakni, Patrick da Silva, Arga Permana, Syahrul Mustofa, dan kiper Nasirin. Selasa (22/8) mereka tampil membela tim lokal pada ajang tarkam bertajuk Ngadimulyo Cup di Pandaan, Kabupaten Pasuruan. Ironis.
Keempatnya, tampaknya, sudah melupakan predikat pemain profesional yang disandang. Mereka nekat bermain melawan para pemain amatir di lapangan yang sudah pasti tidak layak. Risiko keamanan sepanjang pertandingan juga membayangi. Namun, kebutuhan mendesak karena belum gajian selama tiga bulan memaksa Patrick, Mustofa, Arga, dan Nasirin melakukan hal tersebut.
Sumber Jawa Pos yang melihat empat pemain Gresik United main tarkam mengatakan, para pemain tersebut sebenarnya sadar dengan risiko yang dihadapi. Namun, mereka tidak punya pilihan lain. Karena memang tidak ada uang lagi untuk kehidupan sehari-hari, risiko itu pun tidak dipedulikan. ’’Mereka menghindari duel-duel keras. Yang penting dapat bayaran main di sini,’’ ungkapnya.
Bayaran yang diterima pemain untuk pertandingan tarkam memang cukup besar. Meski tidak sebesar yang diterima di Gresik United, bayaran itu paling tidak bisa membantu kebutuhan sehari-hari para pemain. ’’Sekelas Patrick mau main di tarkam kan berarti parah sekali manajemen Gresik. Kasihan pemain kalau tidak digaji,’’ kata pria yang juga ikut tarkam itu.
Ketua Ultras Gresik Muharom mengatakan prihatin dengan nasib pemain tim kebanggaannya. Dia mengutuk manajemen Gresik United yang tidak peduli dengan nasib pemain. ’’Geregeten lihat manajemen seperti ini. Tidak bisa dibiarkan,’’ tegasnya.
Kiper muda berusia 20 tahun, Satria Tama, beberapa kali melakukan penyelamatan apik di bawah mistar gawang. Di pertengahan babak kedua ia harus dipapah keluar lapangan karena cedera. Posisi Satria digantikan Kurniawan Kartika Ajie. Ia juga tampil menawan hingga usai laga. Apalagi saat Kartika Ajie berhasil menepis bola ketika head to head dengan pemain Vietnam, tiga menit sebelum laga berakhir.
Di balik gemilangnya kedua kiper tersebut bersama Timnas U-22 Indonesia ternyata kisah klub asal mereka sedang di ujung tanduk.
Pasalnya, kedua klub asal kiper ini berada di zona degradasi. Satria Tama merupakan kiper utama Persegres Gersik United yang saat ini berada di dasar klasemen Liga 1.
Persegres Gersik United baru mengumpulkan 7 poin dengan catatan mencetak 16 gol berbanding 47 kemasukan dalam 20 laga.
Sedangkan nasib kiper utama Kartika Ajie, tidak beda jauh. Kartika Ajie merupakan pemain utama klub Persiba Balikpapan.
Saat ini Persiba Balikpapan berada satu tangga di atas Persegres Gersik United di zona degradasi. Persiba baru mengumpulkan 13 poin dengan rekor mencetak 17 gol berbanding 35 kemasukan di 21 laga.
Di saat klub membutuhkan jasa mereka, Kartika Ajie dan Satria Tama rela dilepas untuk menunaikan tugas negara mengawal gawang timnas Indonesia di SEA Games Kuala Lumpur 2017.
Meskipun demikian, pendukung klub kedua penjaga gawang tersebut tentu bangga melihat penampilan gemilang sang kiper di saat tim kesayangan mereka tengah tertatih-tatih berjuang di Liga 1.
Seperti suporter Persegres Gersik United yang mengaku bangga memiliki penjaga gawang seperti Satria Tama.
Bukan Hanya Pemain, Gaji Pelatih Juga Belum Dibayar Manajemen Persegres
Adanya kabar gaji pemain Persegres Gresik United ditunggak ternyata bukan isapan jempol.
Setelah sebelumnya digemparkan soal penunggakan gaji pemain yang dilakukan oleh manajemen Persegres selama dua bulan, Hanafi Pelatih Persegres membeberkan jika nasib tim pelatih juga tak jauh beda dengan pemain.
"Yang jelas pelatih dan pemain belum digaji. Kalau pelatih sih belum digaji dua bulan. Tidak tahu kalau pemain," ungkap Hanafi, Rabu (23/8/2017).
Terkait kejelasan kapan tunggakan gaji itu akan diberikan pada tim pelatih, pelatih asal Malang itu mengaku belum mendapat kepastian yang jelas.
"Saya belum konfirmasi lagi ke pengurus soal kapan-kapannya.Tapi kemarin sudah bilang mau dibayar tanggal ini, tanggal ini tapi juga belum," ujarnya.
Hanafi mengatakan, kejadian para pemainnya ikut kegiatan hingga mengisi acara di tarkam itu, kemungkinan besar merupakan imbas dari tunggakan gaji ini.
Untuk itu, pihaknya mengaku sulit ketika harus menilai, menyalahkan pemain ataupun melarang pemain agar tunduk pada aturan manajemen.
"Ya sebenarnya seperti ini itu sama-sama susahnya. Mau melarang mereka butuh uang. Jujur saja saya masih mau bertahan di tim ini karena saya mempertahankan Persegres. Saya ingin menyelesaikan apa yang sudah jadi tanggungjawab saya," jelasnya.
Padahal PT LIB memberikan jumlah subsidi minimum untuk klub Liga 1 sebesar Rp 7,5 miliar. Angka ini lebih besar Rp 2,5 miliar dibandingkan subsidi yang diberikan PT Gelora Trisula Semesta (GTS) selaku operator Indonesia Soccer Championship (ISC) A 2016. Bila ditotal, PT LIB harus menyediakan Rp 135 miliar untuk 18 klub.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkan manajemen dan pengurus Persegres Gresik United belum memberikan tanggapan
references by jawapos, tribunnews
Keempatnya, tampaknya, sudah melupakan predikat pemain profesional yang disandang. Mereka nekat bermain melawan para pemain amatir di lapangan yang sudah pasti tidak layak. Risiko keamanan sepanjang pertandingan juga membayangi. Namun, kebutuhan mendesak karena belum gajian selama tiga bulan memaksa Patrick, Mustofa, Arga, dan Nasirin melakukan hal tersebut.
Sumber Jawa Pos yang melihat empat pemain Gresik United main tarkam mengatakan, para pemain tersebut sebenarnya sadar dengan risiko yang dihadapi. Namun, mereka tidak punya pilihan lain. Karena memang tidak ada uang lagi untuk kehidupan sehari-hari, risiko itu pun tidak dipedulikan. ’’Mereka menghindari duel-duel keras. Yang penting dapat bayaran main di sini,’’ ungkapnya.
Bayaran yang diterima pemain untuk pertandingan tarkam memang cukup besar. Meski tidak sebesar yang diterima di Gresik United, bayaran itu paling tidak bisa membantu kebutuhan sehari-hari para pemain. ’’Sekelas Patrick mau main di tarkam kan berarti parah sekali manajemen Gresik. Kasihan pemain kalau tidak digaji,’’ kata pria yang juga ikut tarkam itu.
Ketua Ultras Gresik Muharom mengatakan prihatin dengan nasib pemain tim kebanggaannya. Dia mengutuk manajemen Gresik United yang tidak peduli dengan nasib pemain. ’’Geregeten lihat manajemen seperti ini. Tidak bisa dibiarkan,’’ tegasnya.
Empat pemain ini ikut tarkam karena manajemen menunggak gaji para pemain.
Kiper Persegres, Choirun Nasirin memastikan kabar tersebut tidak benar.
Dia membantah ikut tarkam di Pasuruan.
“Itu acara penutupan hajatan desa dalam rangka Agustusan. Pak lurah mengundang Patrick sebagai bintang tamu untuk menutup hajatan desa itu. Itu desa kelahiran bapak saya. Saya juga menghabiskan masa kecil di desa itu sebelum pindah ke Sidoarjo,” kata Choirun Nasirin kepada SURYAMALANG.COM.COM, Rabu (23/8/2017).
Menurutnya, saat itu tim sedang libur usai pulang tandang melawan Persib Bandung.
Makanya pemain bisa keluar mess dan ikut acara itu.
“Sebenarnya penutupan acaranya pada hari Minggu (20/8/2017) saat Persegres melawan Persib. Tapi pak lurah mengubah menjadi hari Selasa karena ingin mengundang Patrick,” jelas Nasirin.
Nasirin mengatakan para pemain tidak dibayar saat hadir dalam acara itu.
Pemain hanya mendapat uang transport.
“Hanya Patrick yang diberi uang oleh pak lurah,” terangnya.
Sepatutnya Persegres dan Persiba Bangga Punya Kiper Satria Tama dan Kartika Ajie
Kiper muda berusia 20 tahun, Satria Tama, beberapa kali melakukan penyelamatan apik di bawah mistar gawang. Di pertengahan babak kedua ia harus dipapah keluar lapangan karena cedera. Posisi Satria digantikan Kurniawan Kartika Ajie. Ia juga tampil menawan hingga usai laga. Apalagi saat Kartika Ajie berhasil menepis bola ketika head to head dengan pemain Vietnam, tiga menit sebelum laga berakhir.
Di balik gemilangnya kedua kiper tersebut bersama Timnas U-22 Indonesia ternyata kisah klub asal mereka sedang di ujung tanduk.
Pasalnya, kedua klub asal kiper ini berada di zona degradasi. Satria Tama merupakan kiper utama Persegres Gersik United yang saat ini berada di dasar klasemen Liga 1.
Persegres Gersik United baru mengumpulkan 7 poin dengan catatan mencetak 16 gol berbanding 47 kemasukan dalam 20 laga.
Sedangkan nasib kiper utama Kartika Ajie, tidak beda jauh. Kartika Ajie merupakan pemain utama klub Persiba Balikpapan.
Saat ini Persiba Balikpapan berada satu tangga di atas Persegres Gersik United di zona degradasi. Persiba baru mengumpulkan 13 poin dengan rekor mencetak 17 gol berbanding 35 kemasukan di 21 laga.
Di saat klub membutuhkan jasa mereka, Kartika Ajie dan Satria Tama rela dilepas untuk menunaikan tugas negara mengawal gawang timnas Indonesia di SEA Games Kuala Lumpur 2017.
Meskipun demikian, pendukung klub kedua penjaga gawang tersebut tentu bangga melihat penampilan gemilang sang kiper di saat tim kesayangan mereka tengah tertatih-tatih berjuang di Liga 1.
Seperti suporter Persegres Gersik United yang mengaku bangga memiliki penjaga gawang seperti Satria Tama.
Bukan Hanya Pemain, Gaji Pelatih Juga Belum Dibayar Manajemen Persegres
Adanya kabar gaji pemain Persegres Gresik United ditunggak ternyata bukan isapan jempol.
Setelah sebelumnya digemparkan soal penunggakan gaji pemain yang dilakukan oleh manajemen Persegres selama dua bulan, Hanafi Pelatih Persegres membeberkan jika nasib tim pelatih juga tak jauh beda dengan pemain.
"Yang jelas pelatih dan pemain belum digaji. Kalau pelatih sih belum digaji dua bulan. Tidak tahu kalau pemain," ungkap Hanafi, Rabu (23/8/2017).
Terkait kejelasan kapan tunggakan gaji itu akan diberikan pada tim pelatih, pelatih asal Malang itu mengaku belum mendapat kepastian yang jelas.
"Saya belum konfirmasi lagi ke pengurus soal kapan-kapannya.Tapi kemarin sudah bilang mau dibayar tanggal ini, tanggal ini tapi juga belum," ujarnya.
Hanafi mengatakan, kejadian para pemainnya ikut kegiatan hingga mengisi acara di tarkam itu, kemungkinan besar merupakan imbas dari tunggakan gaji ini.
Untuk itu, pihaknya mengaku sulit ketika harus menilai, menyalahkan pemain ataupun melarang pemain agar tunduk pada aturan manajemen.
"Ya sebenarnya seperti ini itu sama-sama susahnya. Mau melarang mereka butuh uang. Jujur saja saya masih mau bertahan di tim ini karena saya mempertahankan Persegres. Saya ingin menyelesaikan apa yang sudah jadi tanggungjawab saya," jelasnya.
Padahal PT LIB memberikan jumlah subsidi minimum untuk klub Liga 1 sebesar Rp 7,5 miliar. Angka ini lebih besar Rp 2,5 miliar dibandingkan subsidi yang diberikan PT Gelora Trisula Semesta (GTS) selaku operator Indonesia Soccer Championship (ISC) A 2016. Bila ditotal, PT LIB harus menyediakan Rp 135 miliar untuk 18 klub.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkan manajemen dan pengurus Persegres Gresik United belum memberikan tanggapan
references by jawapos, tribunnews